KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah “Kajian
Puisi” tepat pada
waktunya.
Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung didalam penyususnan makalah ini
diantaranya:
1.
Ibu Saptiana Sulastri,
M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah Kajian Puisi
2. Orang
tua yang telah memberi dukungan yang berupa materi dan non materi.
3.
Teman satu kelompok
yang telah bekerja sama demi makalah ini
Tentunya terdapat kekeliruan di dalam pembuatan makalah ini yang tidak kami
sadari.
Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan oleh kami dari pembaca
sekalian untuk memperbaiki makalah ini dimasa yang akan datang. Akhir kata, kami ucapkan semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Sekian dan terima kasih.
Pontianak,
29 September 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar
Belakang
1
B. Rumusan
Masalah
2
C. Tujuan
2
BAB II KERANGKA TEORI
3
A.
Pengertian struktural
genetik
3
B. Teori
struktur genetik
5
C.
Sejarah Teori Strukturalisme
Genetik
7
D.
Pengertian
dan Pembagian Teori Strukturalisme
Genetik dan Teori Struktural lainya
8
E. Kelebihan
dan kekurangan strukturalisme genetik 15
F. Kelebihan
dan kekurangan strukturalisme genetik 21
BAB III PENUTUP
25
A. Kesimpulan
25
B.
Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penelitian strukturalisme genetik
memandang karya sastra dari dua sudut yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Karya
sastra tidak hanya sekedar imajinatif dan pribadi, melainkan merupakan cerminan
atau rekaan budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu saat karya dilahirkan.
Studi awal dari kajian unsur intrinsik sebagai data dasarnya. Selanjutnya
peneliti akan menghubungkan berbagai unsur tersebut dengan realitas masyarakat.
Secara definitif strukturalisme-genetik adalah analisis struktur dengan
memberikan perhatian terhadap asal usul karya. Secara ringkas berarti bahwa
strukturalisme-genetik sekaligus memberikan perhatian terhadap analisis
intrinsik dan ekstrinsik (Ratna,2008: 123).
Strukturalisme genetik merupakan
gabungan antara strukturalisme dengan marxisme. Sebagaimana strukturalisme,
strukturalisme genetik, memahami segala sesuatu di dunia ini, termasuk karya
sastra, sebagai sebuah struktur (Faruk, 2012:158).
Strukturalisme-genetik adalah
analisis yang menyatukan aspek struktur dengan unsur historis yang dialektik,
sehingga karya sastra pun harus dipahami sebagai totalitas yang bermakna. Karya
sastra memiliki kepaduan total yang unsur-unsur pembentuk teksnya mengandung
arti (Goldman dalam Kurniawan, 2012:104).
Berdasarkan hal tersebut maka strukturalisme genetik merupakan
penelitian yang memandang dari sudut intrinsik dan ektrinsik dengan memahami
segala sesuatu di dunia ini, termasuk karya sastra. Sehingga karya sastra harus
dipahami secara totalitas yang bermakna jadi dari keterpaduan total unsur-unsur
pembangun teksnya mengandung arti.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
penerapan dalam struktural genrtik ?
2.
Apa
saja teori pendekatan struktural genetik dan teori lainnya ?
3.
Bagaimana
metode penelitian struktural genetik ?
4.
Bagaimana
menganalisis unsur intrinsik dan extrinsik puisi “aku” pada pendekatan
struktural genetik ?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Agar
mengetahui apa itu struktur genetik
2.
Memahami
penerapan dalam struktural genetik
3.
Mengetahui
apa saja teori pendekatan struktural genetik dan teori lainnya
4.
Mengetahui
dan memahami cara menganalisis sebuah puisi yang berjudul “aku” dengan
pendekatan struktral genetik.
BAB II
KERANGKA
TEORI
A. Pengertian
struktural genetik.
Secara defenitif
strukturalsme genetik adalah analisis khusus dengan memberikan perhatian
terhadap asal-usul karya. Secara ringkas berarti bahwa struturalisme genetik sekaligus memberikan perhatian
terhadap analisis intrisik dan ekstrinsik. Lucie Goldmann seorang sosiolog
mengembangkan teori strukturalisme genetik,
yaitu strukturalisme yang mementingkan unsur genetik sebuah karya. Bagi Goldmann sastra di
samping memiliki unsur intrinsik juga mempunyai unsur ekstrinsik. Karya sastra
merupakan struktur bermakna yang mewakili pandangan dunia penulis, tidak
sebagai individu tetapi sebagai anggota masyarakat. Karenanya strukturalisme
genetik merupakan
sebuah teori kritik yang menghubungkan antara struktur sastra dengan struktur
masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang di ekspresikannya. Jadi
strukturalisme genetik bermaksud menerangkan karya sastra dari sisi homologi
dari struktur sosialnya. Munculnya pendekatan ini akibat adanya ketidakpuasan
terhadap pendekatan strukturalisme, yang kajiannya hanya menitikberatkan
unsur-unsur intrinsik tanpa memperhatikan unsur-unsur ekstrinsik karya sastra.
Sehingga karya sastra dianggap lepas dari konteks sosialnya.
Struktural genetik mencoba untuk memperbaiki
kelemahan pendekatan strukturalisme. Yaitu dengan memasukan faktor genetik
dalam memahami karya sastra. Goldman bermaksud menjembatani jurang
pemisah antara pendekatan strukturalisme (intrinsik) dan pendekatan sosiologi
(ekstrinsik). Pemahaman mengenai struktur karya sastra, bagi strukturalisme
genetik, tidak mungkin dilakukan tanpa pertimbangan faktor-faktor sosial yang
melahirkannya, sebab faktor-faktor itulah yang memberikan kepaduan pada struktur
itu (Goldmann dalam Faruk 1999 (b):13).
Pendekatan
strukturalisme genetik Lucien Goldmann terdiri dari empat aspek, yaitu makna
totalitas karya sastra, pandangan dunia pengarang, struktur teks karya sastra,
dan struktur sosial masyarakat yang terdapat dalam karya sastra (Nugraheni:
159). Secara sederhana, kerja peneliti strukturalisme genetik dapat
diformulasikan dalam tiga langkah. Pertama, peneliti bermula dari kajian unsure
intrinsik, baik secara parsial maupun dalam jalinan keseluruhannya. Kedua,
mengkaji kehidupan sosial budaya pengarang, karena ia merupakan bagian dari
komunitas tertentu. Ketiga, mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang
turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan oleh pengarang (Suwardi
Endraswara, 2003:62)
Maka dari itu, Strukturalisme genetik
merupakan bagian
penelitian sastra dari aspek sosial yang kelak disebut sosiologi sastra. Hanya
saja, srukturalisme genetik tetap mengedepankan juga aspek struktur. Baik
struktur dalam maupun struktur luar tetap dianggap penting bagi pemahaman karya
sastra.
a.
Tiga
hal Dalam Penelitian struktural genetik yaitu :
a)
Aspek intrinsik teks sastra
b)
Latar belakang pencipta
c)
Latar belakang soaial budaya serta
sejarah masyarakatnya.
Jadi, struktural
genetik juga mengedepankan aspek sejarah lahirnya karya sastra.
Pendekatan
strukturalisme genetik memiliki nilai yang lebih daripada strukturalisme
strukturalisme otonom. Hal ini dilandasi oleh argumen bahwa selain menelaah
struktur pembangun karya dari dalam, apresiator harus memasukkan faktor-faktor
dari luar. Dengan ini diharapkan akan timbul sebuah kesadaran bahwa karya
sastra diciptakan oleh pengarang dengan memadukan antara kreativitas dan faktor
imajinasi yang tentunya banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang ada
dalam masyarakat.
Menurut Goldmann
(dalam Umar Junus, 1988:16) hubungan genetik antara pandangan dunia pengarang
dalam sebuah novel atau karya adalah pandangannya dengan pandangan dunia pada
suatu ruang tertentu dalam masa tertentu, sehingga pendekatan ini dikenal
dengan Strukturalisme-Genetik.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia pengarang terdiri dari
hubungan antara konteks sosial dalam novel dengan konteks sosial kehidupan
nyata dan hubungan latar sosial budaya pengarang dengan karya sastra.
b.
Penerapan
terhadap pendekatan strukturalisme genetik,
Penerapan
terhadap pendekatan strukturalisme genetik ini dapat dilakukan dengan dimulai
dari kajian unsur-unsur intrinsik sastra, baik secara parsial maupun kajian
keseluruhan. Kemudian mengkaji latar belakang kehidupan sosial kelompok
pengarang karena ia merupakan bagian dari komunitas masyarakat tertentu. Di
samping itu tidak luput juga untuk mengkaji latar belakang sosial dan sejarah
yang turut mengondisikan karya sastra saat ia diciptakan oleh pengarang. Dan
akhir dari kegiatan ini, adalah berhasil untuk mengungkap pandangan dunia
pengarang tersebut.
B. Teori
struktur genetik
Karya sastra merupakan bagian
dari kehidupan masyarakat. Pengarang sebagai subjek individual mencoba menghasilkan
pandangan dunianya (world vision) kepada subjek kolektifnya (Arif, 2007).
Signifikasi yang dielaborasikan subjek individual terhadap realitas sosial di
sekitarnya menunjukkan bahwa sastra berakar pada kultur dan masyarakat
tertentu. Strukturalisme adalah cara berfikir tentang dunia yang dikaitkan
dengan persepsi dan deskripsi struktur (Hawks dalam Pradopo, 2007). Pada
hakikatnya dunia ini lebih tersusun dari hubungan-hubungan daripada
benda-bendanya. Dalam kesatuan hubungan tersebut, setiap unsur atau analisirnya
tidak memiliki maknanya sendiri-sendiri, kecuali hubungan dengan analisir lain
sesuai dengan posisinya di dalam struktur. Pada hakikatnya sastra selalu
berkaitan dengan masyarakat dan sejarah yang melingkupi penciptaan karya
tersebut.
Teori strukturalisme dalam ilmu
sastra lahir dan berkembang melalui tradisi formalisme. Artinya hasil-hasil
yang dicapai melalui tradisi-tradisi formalisme sebagian besar dilanjutkan
dalam strukturalisme. Disuatu pihak para pelopor formalisme sebagian besar ikut
andil dalam mendirikan strukturalisme, dilain pihak atas dasar pengalaman
formalismelah mereka mendirikan strukturalisme dengan pengertian bahwa berbagai
kelemahan yang terdapat dalam formalisme di perbaiki kembali oleh
strukturalisme oleh karena itulah Mukarosvky seorang tokoh formalis Rusia
berpendapat bahwa strukturalisme yang mulai diperkenalkan pada tahun 1934 tidak
menggunakan nama metode ataupun teori (Chalima, 1994) sebab teori merupakan
bidang ilmu pengetahuan tertentu sedangkan metode merupakan prosedur imiah yang
relaif baku. Pada masa tersebut strukturalisme terpaku dan terbatas sebagai
sudut pandang epestimologi saja, sebagi system tertentu dengan mekanisme antar
hubungan. Oleh sebab itu Robert Schools (1977) menjelaskan keberadaan strukturalisme
menjadi tiga tahap, yaitu: sebagai pergeseran paradigma berfikir, sebagai
metode dan terakhir sebagai teori. Mekanisme seperti ini merupakan cara yang
biasa dalam perkembangan ilmu pengetahuaan. Jadi bisa dikatakan bahwa
strukturalisme mulai dengan lahirannya ketidakpuasan dan berbagai kritik
terhadap formalisme. Paham strukturalis, menganut paham penulis Paris yang
dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure (Arif, 2007). Paham ini mencakup bentuk
dan makna atau isi sebagai analisisnya. Atau seperti yang dikemukakan Luxemburg
(1989) tentang signifiant-signifie dan paradigma-syntagma. Unsur
inilah yang selalu berhubungan dengan makna secara keseluruhan. Maka kedua
unsur itu penting dalam penafsiran sastra. Teori struktur juga merupakan paham
filsafat yang memandang dunia sebagai realita yang berstruktur, dan membentuk
jaringan relasi dan keharusan. Jaringan ini bersifat otonom sehingga membentuk
sistem baku dalam penelitian sastra.
C. Sejarah Teori Strukturalisme Genetik
Orang
yang dianggap sebagai peletak dasar madhab genetik adalah Hippolyte Taine
(1766-1817) seorang kritikus dan sejarawan Francis. Ia mencoba menelaah sastra
dari presfektif sosiologis dan mencoba mengembangkan wawasan sepenuhnya ilmiah
dalam pendekatan sastra seperti halnya ilmu scientific
dan exacta. Menurutnya bahwa satra
tidak hanya karya yang bersifat imajinatif dan pribadi melainkan suatu
perwujudan pikiran tertentu pada saat karya itu lahir. Ini merupakan konsep
ginetik pertama tetapi metode yang digunakan berbeda, setiap tokoh mempunyai
metodenya masing-masing. Tetapi kesamaan konsep setruktur hanya pada konteks
hubungan phenomena konsep. Lucien Goldman (1975) seorang Marksis adalah orang
yang kemudian mengembangkan fenomena hubungan tersebut dengan teorinya yang
dikenal dengan strukturalisme genetic. Pada prinsifnya teori ini melengkapi
sutrukturalisme murni yang yang hanya menganalisis karya sastra dari aspek
intristiknya saja dan memakai peranan bahasa sastra sebagai bahasa yang khas.
Strukturalisme
genetik memasukan faktor genetik dalam karya sastra, genetik sastra artinya
asal usul karya sastra. Adapun faktor yang terkait dalam asal muasal karya
sastra adalah pengarang dan kenyataan sejarah yang turut mengkondisikan saat
karya sastra itu diciptakan. Ditambah lagi ia memasuki struktur sosial dalam
kajiaannya yang membuat teori ini dominan pada priode tertentu terutama di
Barat dan Indonesia.
Pada
pertengahan tahun 1970an, Indonesia mulai dikenal teori-teori sastra yang
bersifat khusus strukturalisme dan sosiologi sastra. Orientasi sastra keduanya
sangat berbeda. Teori strukturalisme merupakan salah satu teori sastra yang
terbaru di Indonesia.
Teori struktural berhubungan
dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. (Wellek & Warren, 1989:
39). Memaparkan bahwa Tidak mungkin kita menyusun: teori sastra tanpa kritik
sastra dan teori sastra; kritik sastra tanpa teori sastra dan sejarah sastra.
Oleh sebab itu diperlukan kajian sastra untuk memahami isi atau teks sastra
tersebut. Salah satu objek kajiannya menggunakan teori struktural.
Objek kajian sastra struktural
adalah sistem sastra, yaitu konvensi yang abstrak dan umum yang mengatur
hubungan karya sastra secara utuh dan otonom. Menurut (Teww, 1984: 31)
strukturalisme sering dipahami sebagai bentuk. karya sastra adalah bentuk. Oleh
sebab itu strukturalisme sering dianggap sekedar formalisme modern. Memang, ada
kesamaan antara teori struktural dan formalis yakni sama-sama menganalisis arti
dari teks itu sendiri. Dengan kata lain dalam analisisnya tersebut menelaah
sastra dalam segi intrinsik yang membangun suatu karya sastra. Yang
melatarbelakanginya adalah pentingnya kehadiran suatu karya sastra. Sejak zaman
Yunani Aristoteles telah mengenalkan strukturalisme
D. Pengertian
dan Pembagian Teori Strukturalisme Genetik dan Teori Struktural lainya
Teori struktural bertujuan untuk
memaparkan dengan cermat makna karya sastra secara menyeluruh. Pendekatan
struktural adalah suatu pendekan yang menitik beratkan karya sastra sebagai
suatu struktur yang otonom, yang kurang lebih terlepas dari hal-hal yang berada
diluar karya sastra (Teww, 1984:36).
Pemahaman tentang hal diluar
karya sastra, berangkat dari karya itu sendiri. Teori struktural ini dibutuhkan
untuk mengetahui unsur-unsur berdasarkan paradigma pembangun struktur
kebahasaannya dan mengetahui pola strukturnya. Tujuan yang lain dari
konsep teori struktural adalah untuk menjaga kritik Sastra agar tetap bekerja.
Dalam teori struktural berkembang dan dibagi menjadi teori strukturalisme
formalis, strukturalisme dinamik, strukturalisme semiotik dan termasuk di
dalamnya adalah teori strukturalisme genetik.
Teori strukturalisme formalis
merupakan Istilah Formalisme (dari kata Latin forma yang berarti bentuk,
wujud) berarti cara pendekatan dalam ilmu dan kritik sastra yang
mengesampingkan data biografis,
psikologis, ideologis, sosiologis dan mengarahkan perhatian pada bentuk
karya sastra itu sendiri. Para Formalis meletakkan perhatiannya pada ciri khas
yang membedakan sastra dari ungkapan bahasa lainnya. Istilah Strukturalisme
acap kali digunakan pula untuk menyebut model pendekatan ini karena mereka
memandang karya sastra sebagai suatu keseluruhan struktur yang utuh dan otonom
berdasarkan paradigma struktur kebahasaannya. Kaum Formalis Rusia tahun
1915-1930 dengan tokoh-tokohnya seperti Roman Jakobson, Rene Wellek, Sjklovsky,
Eichenhaum, dan Tynjanov. Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra
adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian kita kepada unsur-unsur
kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah
teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis. Pada
prinsipnya teori strukturalisme formalis bahwa karya sastra merupakan sesuatu
yang otonom atau berdiri sendiri dan merupakan struktur dari unsur-unsur
pembangun karya sastra dan makna sebuah karya sastra hanya dapat diungkapkan
atas jalinan atau keterpaduan antar unsur
Teori strukturalisme dinamik
merupakan jembatan penghubung antara teori struktural formalis dan teori
semiotik dengan
prinsipnya yaitu mengaitkan dengan asal-usul teks tetapi penekananya berbeda,
struktural dinamik menekankan pada struktur, tanda dan realitas. Tokoh-tokoh
pelopor pada struktur dinamik adalah Julia Cristeva dan Roland Bartes
(Strukturalisme Prancis).
Teori strukturalisme semiotik
adalah pada prinsipnya teori ini mempelajari berbagai objek, peristiwa,
atau seluruh kebudayaan sebagai tanda, Tokohnya
pelopornya adalah Ferdinand
de Saussure (Prancis),Jurij Lotman (Rusia) dan Charles Sanders Pierce (USA).
Teori Strukturalisme Genetik
adalah analisis struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul karya
(Chalima, 1994). Strukturalisme genetik ditemukan oleh Lucien Goldmann, seorang
filsuf dan sosiolog Rumania-Perancis. Teori tersebut dikemukakan dalam bukunya
yang berjudul The Hidden God: a Study of Tragic Vision in the Pensees of Paskal
and the Tragedies of Racine (Chalima, 1994). Strukturalisme genetik adalah
sebuah pendekatan di dalam penelitian sastra yang lahir sebagai reaksi
pendekatan strukturalisme murni yang anti historis dan kausal. Pendekatan
strukturalisme juga dinamakan sebagai pendekatan objektif (Juhl dalam Arif,
2007).
Struktural genetik merupakan
salah satu pendekatan yang mencoba menjawab kelemahan dari pendekatan
strukturalisme otonom. Kelemahan tersebut hanya terletak pada penekanannya yang
berlebihan terhadap otonomi karya sastra sehingga mengabaikan dua hal pokok
yang tidak kurang pentingnya, yaitu kerangka sejarah sastra dan kerangka sosial
budaya yang mengitari karya itu (Faruk dalam Chalima 1994). Pendekatan
strukturalisme genetik juga mempercayai bahwa karya sastra itu merupakan sebuah
struktur yang terdiri dari perangkan kategori yang saling berkaitan satu sama
lainnya sehingga membentuk yang namanya struktularisme genetik kategori tersebut
ialah fakta kemanusiaan yang berarti struktur yang bermakna dari segala
aktifitas atau prilaku manusia baik yang verbal maupun maupun fisik yang
berusaha di pahami oleh pengetahuaan sebagaimana yang telah diungkapkan bahwa
dalam teori strukturalisme genetik Goldmann membangun seperangkat kategori yang
saling bertalian satu sama lain, kategori-kategori itu adalah fakta
kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi, pandangan dunia, pemahaman dan
penjelasan.
Dalam teori ini di terangkan
bahwa teori tidak mengganggap karya sastra hanya sebagai sebuah struktur
(structure), tetapi juga struktur yang bermakna (significant structure)
sebagaimana yang tertulis dalam tulisan Goldman “the concept of the Significant
Structure in the History of Culture” maksudnya bahwa karya sastra bukan hanya
berciriksn adanya koherensi internal (Internal Koherence) tetapi setiap
elemenya juga memiliki hubungan dengan makna struktur global, dunia, atau
lingkungan sosial dan alamnya (manuaba, 2009:21)
Istilah genetik mengandung
pengertian bahwa karya satra itu mempunyai asal-usulnya (Genetik) di dalam
proses sejarah atau masyarakat. Strukturalisme genetik mengakui adanya
homologi antara struktur karya sastra dengan kesadaran kolektif dan struktur
dalam karya sastra merupakan ekspresi integral dan koheren dari semesta.
Strukturalisme genetik dalam
pendekatanya ialah mempercayai bahwa karya sastra itu merupakan sebuah struktur
yang terdiri dari perangkan kategori yang saling berkaitan satu sama lainnya
sehingga membentuk yang namanya struktularisme geneti kategori tersebut ialah
fakta kemanusiaan yang berarti struktur yang bermakna dari segala aktifitas
atau prilaku manusia baik yang verbal maupun maupun fisik yang berusaha di
pahami oleh pengetahuaan. Semua aktivitas itu merupakan respon dari subjek
kolektif (subjek transindividual) dalam dunia sastra transindividual subjek
yang artinya terjadi kesamaan rasa dan pikiran antara pengarang (penulis) karya
sastra dengan para pembaca dalam memahami karya sastra atau fakta manusia tadi,
terus pandangan dunia terhadap subjek kolektif (Transindividual Subject) fakta
kemanusiaan dan terakhir adalah struktur karya sastra menurut Goldman karya
sastra merupakan produk strukturasi dari transindividual subject yang mempunyai
struktur yang koheren dan terpadu terus karya sastra merupakan ekspresi
pandangan dunia secara imajiner dan dalam mengekspresikan pandangan dunia
tersebut pengarang menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek dan relasi
relasi secara imajiner dalam pendapat tersebut golman mempunyai konsep struktur
yang bersifat tematik.
Teori strukturalisme genetik
menjelaskan struktur dan asal muasal struktur tersebut dengan memperhatikan
relevansi konsep homologi yaitu kelas sosial yang mempertahankan relevansi
struktur dan ia menggunakan metode dialektika yang menekankan dan
merpertimbangkan koherensi struktural dalam teori ini menekankan subjek
transindividual yang berarti sebagai subjek dalam menciptakan karya sastra
yakni penulis harus bisa menyampaikan perasaan dan pikiranya kepada pembaca
dalam karya sastra misalnya supaya pembaca bisa memahami dan mengerti apa yang
disampaikan penulis dan terjadi sama rasa dan pikiran dalam memahami karya
sastra dan pandangan dunia pengarang terhadap subjek kolektif (transindividual
subject) dan fakta manusia.
Untuk menopang teorinya tersebut
Goldmann membangun seperangkat kategori yang saling bertalian satu sama lain
sehingga membentuk apa yang disebut sebagai strukturalisme genetik di atas.
Kategori-kategori itu adalah fakta kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi, pandangan
dunia, pemahaman dan penjelasan (Faruk dalam Chalima, 1994).
1.
Fakta Kemanusiaan
Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktifitas
atau perilaku manusia baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha
dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta ini dapat berwujud aktifitas sosial
tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasi kultural seperti filsafat,
seni rupa, seni patung, dan seni sastra (Faruk dalam Chalima, 1994).
Fakta-fakta kemanusiaan pada hakikatnya dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu fakta individual dan fakta sosial. Fakta yang kedua mempunyai peranan
penting dalam sejarah, sedangkan fakta yang pertama tidak memiliki hal itu
(Faruk dalam Chalima, 1994). Goldmann (Faruk dalam Chalima, 1994) menganggap
bahwa semua fakta kemanusiaan merupakan suatu struktur yang berarti. Yang
dimaksudkannya adalah bahwa fakta-fakta itu sekaligus mempunyai struktur
tertentu dan arti tertentu. Oleh karena itu, pemahaman mengenai fakta-fakta
kemanusiaan harus mempertimbangkan struktur dan artinya. Goldman (Faruk dalam
Chalima, 1994) juga mengatakan bahwa fakta-fakta kemanusiaan mempunyai arti
karena merupakan respon-respon dari subjek kolektif atau individual,
pembangunan suatu percobaan untuk memodifikasi situasi yang ada agar cocok bagi
aspirasi-aspirasi subjek itu. Dengan kata lain, fakta-fakta itu merupakan hasil
usaha manusia mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam hubungannya dengan
dunia sekitar .
2.
Subjek kolektif
Subjek kolektif adalah subjek yang berparadigma
dengan subjek fakta sosial (historis). Subjek ini juga disebut subjek trans
individual. Goldmann mengatakan (Faruk dalam Chalima,1994) revolusi sosial,
politik, ekonomi, dan karya-karya kultural yang besar, merupakan fakta sosial
(historis). Individu dengan dorongan libidonya tidak akan mampu menciptakannya.
Yang dapat menciptakannya hanya subjek transindividual. Subjek transindividual
adalah subjek yang mengatasi individu, yang didalamnya individu hanyalah
merupakan bagian. Subjek trans individual adalah kumpulan individu-individu
yang tidak berdiri sendiri-sendiri, merupakan satu kesatuan, satu kolektivitas.
3.
Struktur Karya Sastra
Struktur karya sastra, dalam hal ini roman, tetap
menjadi sesuatu yang penting. Struktur roman merupakan hal pokok yang harus
diketahui dan dianalisis lebih dulu sebelum menganalisis pandangan dunia
pengarang. Struktur roman adalah hal-hal pokok dalam roman yang meliputi
unsur-unsur intrinsiknya. Di dalam eseinya yang berjudul The Epistemology of
Sociology, Goldmann mengemukakan dua pendapat mengenai karya sastra pada umumnya
yaitu pertama bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara
imajiner. dan kedua bahwa dalam usahanya dalam mengekspresikan pandangan dunia
itu pengarang menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek, dan relasirelasi
secara imajiner . Dengan mengemukakan dua hal tersebut Goldmann dapat
membedakan karya sastra dari filsafat dan sosiologi. Menurutnya filsafat
mengekspresikan pandangan dunia secara konseptual, sedangkan sosiologi mengacu
pada empirisitas (Chalima dalam Faruk, 1994).
Dalam eseinya yang berjudul The Sociology of
Literature: Status and Problem Method Goldmann mengatakan bahwa dalam
hampir seluruh karyanya penelitian dipusatkan pada elemen kesatuan, pada
usaha menyingkapkan struktur yang koheren dan terpadu yang mengatur
keseluruhan semesta karya sastra (Faruk dalam Chalima,1994).
4.
Pandangan Dunia
Goldmann (dalam Suwardi Endraswara, 2003:57)
berpendapat, karya sastra sebagai struktur bermakna itu akan mewakili pandangan
dunia (vision du monde) penulis, tidak sebagai individu melainkan
sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa
strukturalisme genetik merupakan penelitian sastra yang menghubungkan antara
struktur sastra dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau
ideologi yang diekspresikannya. Oleh karena itu, karya sastra tidak akan dapat
dipahami secara utuh jika totalitas kehidupan masyarakat yang telah melahirkan
teks sastra diabaikan begitu saja. Pengabaian unsur masyarakat berarti
penelitian sastra menjadi pincang.
Pandangan dunia adalah kerucutisasi ide-ide,
gagasan-gagasan dari suatu kelompok sosial tertentu dan dipertentangkan dengan
ide-ide, gagasan-gagasan kelompok sosial lainnya.
Pandangan dunia menurut Goldmann adalah istilah
yang cocok bagi kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi,
dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggotaanggota
suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannyadengan
kelompok-kelompok sosial lain. Sebagai suatu kesadaran kolektif, pandangan
dunia itu berkembang sebagai hasil dari situasi sosial dan ekonomik tertentu
yang dihadapi subjek kolektif yang memilikinya.
(Suwardi Endraswara,2003:60) menyatakan bahwa
hipotesis Goldmann yang mendasari penemuan world view adalah tiga hal
yaitu yang pertama semua perilaku manusia mengarah pada hubungan
rasionalitas , maksudnya selalu berupa respon terhadap lingkungannya. Kedua
bahwa kelompok sosial mempunyai tendensi untuk menciptakan pola tertentu yang
berbeda dari pola yang sudah ada dan yang ketiga perilaku manusia adalah usaha
yang dilakukan secara tetap menuju transendensi, yaitu aktivitas, transformasi,
dan kualitas kegiatan dan semua aksi sosial dan sejarah. Pada bagian lain,
Goldmann (dalam Suwardi Endraswara, 2003:58) mengemukakan bahwa pandangan dunia
merupakan perspektif yang koheren dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan
sesamanya dan dengan alam semesta. Hal ini menunjukkan bahwa pandangan dunia
adalah sebuah kesadaran hakiki masyarakat dalam menghadapi kehidupan. Namun
dalam karya sastra hal ini amat berbeda dengan keadaan nyata. Kesadaran tentang
pandangan dunia ini adalah kesadaran mungkin atau kesadaran yang telah
ditafsirkan bisa dikatakan bahwa karya sastra sebenarnya merupakan ekspresi
pandangan dunia yang imajiner.
E.
Metode Penelitian dengan Teori Strukturalisme
Genetik
Teori strukturalisme genetik
difokuskan pada kajian intrinsik karya sastra, baik secara parsial maupun
secara keseluruhan. Kedua, mengkaji latar belakang kehidupan sosial kelompok
pengarang, karena ia adalah suatu bagian dari komunitas tertentu. Ketiga,
mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang ikut mengondisikan terciptanya
karya sastra. Dari ketiga cara tersebut akan diperoleh abstraksi pandangan
dunia pengarang yang diperjuangkan oleh tokoh problematik.Suwardi Endraswara
mengatakan bahwa penelitian strukturalisme
genetik memandang karya sastra dari dua sudut, yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
Studi diawali dari kajian unsur intrinsik (kesatuan dan koherensinya) sebagai
data dasarnya. Selanjutnya, penelitian akan menghubungkan berbagai unsur dengan
relitas masyarakatnya. Karya dipandang sebagai refleksi zaman, yang dapat
mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya.
Peristiwa-peristiwa penting dari
zamannya akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra
(Suwardi Endraswara, 2003:56). Goldmann memberikan rumusan penelitian
strukturalisme genetik, dalam tiga hal (dalam Suwardi Endraswara, 2003:57),
yaitu:
1.
Penelitian terhadap karya sastra seharusnya dilihat
sebagai satu kesatuan;
2.
Karya sastra yang diteliti mestinya karya sastra
yang bernilai sastra yaitu karya
yang mengandung tegangan (tension) antara keragaman dan kesatuan dalam
suatu keseluruhan (a coherent whole);
3.
Jika kesatuan telah ditemukan, kemudian dianalisis
dalam hubungannya dengan latar belakang sosial. Sifat hubungan tersebut:
1.
yang berhubungan dengan latar belakang sosial
adalah unsur kesatuan,
2.
latar belakang yang dimaksud adalah pandangan dunia
suatu kelompok sosial yang dilahirkan pengarang sehingga hal tersebut dapat
dikongkretkan.
Secara sederhana, kerja peneliti
strukturalisme genetik dapat dapat diformulasikan dalam tiga langkah.
- Peneliti bermula dari kajian unsure
intrinsik, baik secara parsial maupun dalam jalinan keseluruhannya.
- Mengkaji kehidupan sosial budaya pengarang,
karena ia merupakan bagian dari komunitas tertentu.
- Mengkaji latar belakang sosial dan sejarah
yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan oleh pengarang
(Suwardi Endraswara, 2003:62). Ada satu langkah yang terlewatkan oleh
Suwardi Endraswara dalam penelitian strukturalisme genetik ini, yaitu mengkaji
pandangan dunia pengarang, seperti pendapat Iswanto (Racmat Djoko Pradopo,
2007). Pandangan dunia ini merupakan perantara antara struktur dalam karya
sastra dengan genetika karya sastra tersebut.
Tahap
penelitian dalam mengkaji karya sastra menggunakan teori strukturalisme genetik
menurut Goldman ada 3 yaitu;
1.
Tesis merupakan informasi apa yang di perlukan
berupa data
2.
Antitesis merupakan pemberian opini terhadap
realitas, anti tesis ini melebur dengan tesis dan memeberikan suatu opini pada relitas/sintesis.
3.
Sintesis berupa realitas dan kembali lagi menjadi
tesis kembali.
Dan prosedur (metode) teori strukturalisme genetik menurut Goldman
terhadap penelitian karya sastra masterpeace (karya sastra besar) adalah
sebagai berikut:
Penelitiaan karya sastra dilihat dari satu kesatuaan karya sastra yang dianalisis hanyalah karya yang mempunyai nilai sastra yang mempunyai tegangan (tention) antara keragaman dan kesatuaan dalam sesuatu keseluruhan yang padat (coherent whole) jika kesatuaan telah ditemukan, kemudiaan dianalisis hubungannya dengan latar belakang sosial. Sifat hubungan tersebut, yang berhubungan dengan latar belakang social adalah unsur kesatuaan, latar belakang yang dimaksud pandangan dunia suatu kelompok sosial yang dilahirkan oleh pengarang.
Secara pendeskripsianya adalah seperti berikut:
Penelitiaan karya sastra dilihat dari satu kesatuaan karya sastra yang dianalisis hanyalah karya yang mempunyai nilai sastra yang mempunyai tegangan (tention) antara keragaman dan kesatuaan dalam sesuatu keseluruhan yang padat (coherent whole) jika kesatuaan telah ditemukan, kemudiaan dianalisis hubungannya dengan latar belakang sosial. Sifat hubungan tersebut, yang berhubungan dengan latar belakang social adalah unsur kesatuaan, latar belakang yang dimaksud pandangan dunia suatu kelompok sosial yang dilahirkan oleh pengarang.
Secara pendeskripsianya adalah seperti berikut:
- Menentukan teks yang dipakai sebagai objek
kajian dengan membandingkan teks secara filosofis dari awal hingga akhir.
- Menentukan fokus objek kajian yaitu makna
totalitas teks dengan merumuskan pandangan dunia kemudian menganalisis
struktur teks dan menghubungkanya dengan struktur sosial teks.
- Melakkukan kajian pustaka (library research)
yang mendukung penulisan dan pembahasan mengenai teks seperti buku-buku
sosial budaya baik tentang keadaan masyarakat pada masa tersebut, atau
karya-karya lain dari pengarangnya untuk mengetahui informasi adanya
keterkaitan hubungan antar teks.
- Menganalisis objek kajian dengan teori
strukturalisme genetik dan metode dialektis.
Aplikasi kajian teori strukturalisme Genetik:
1.
Struktur teks
2.
Struktur social
3.
Pandangan dunia
Cara analisis model dialektis (manuaba, 2009:30-31)
:
- Mengungkapkan
dan diformulasikan pandangan dunia teks yang dibangun berdasarkan
pemahaman menyeluruh tentang struktur teks dan struktur sosial masyarakat pada
masa pembuatan teks sastra.
- Menganalisis struktur teks sesuai dengan
konsep struktur Goldman, teks dipandan sebagai ekspresi pandangan dunia
teks sastra.
- Menghubungkan dengan struktur sosial
masyarakat yang konkret, yang melatarbelakangi lahirnya teks sastra,
kemudian hasil pemahaman dipergunakan dalam memahami struktur teks
sastra secara urut terus menerus hingga ditemukan makna totalitas teks.
Prinsip
dalam teori Genetik :
1.
Struktur bermakna
Untuk memahami struktur internal teks tetap harus
dikaitkan dengan struktur yang lebih luas secara menglobal dari lingkungan
sosialnya dimana sastra dilahirkan.
2.
Subjek Kolektif
Dalam penciptaan sebuah karya sastra menurut
prinsip teori Genetik pengarang teks dipandang dari segi individu pengarang
sebagai wakil menyuarakan suara sosial dari kelompok yang melahirkan karya
sastra dengan kata lain bahwa pengarangnya sendiri bukanlah pengarang yang
dipandang secara individu/ sendiri yang menciptakan karya tersebut tetapi karya
sastra ditulis oleh subjek kolektiv yaitu lahirnya karya sastra diciptakan dari
peran, keadaan dan lingkungan sekitar termasuk lingkungan keluarga yaitu
anggota keluarganya sebagai subjek kolektiv pengarang, lingkungan sekolah yaitu
teman sekolah, lingkungan masyarakat yaitu tetangga,masyarakat desanya yang
menjadi kelompok/subjek kolektif ikut andil dalam lahirnya karya sastra,
lingkungan Organisasi, dan lain-lain. Menurut Goldman tidak semua kelompok
layak dianggap sebagai subjek kolektif. Yang layak hanyalah kelompok yang
pandangan dunianya tertuang dalam karya-karyanya atau yang sistem-sistem
gagasan atau aktifitasnya cenderung ke arah penciptaan pandangan yang lengkap
mengenai mengenai kehidupan manusia. Kelompok tersebut adalah memegang peranan
yang menentukan dalam sejarah menimbulkan perubahan historis dan memiliki
pengaruh yang dominan atas kresi kultural yang utama (Manuaba,2009: 22).
3.
Pandangan Dunia
Gagasan, perasaan, pikiran-pikiran yang
diekspresikan pengarang sebagai anggota kelompok atau subjek kolektif sosial
dengan kelompok yang lain. Goldman berpendapat bahwa cenderung yang berpikiran
sosial adalah pengarang dan seorang filsuf. Dimana pandangan dunia tersebut
merupakan sebagai mediasi hubungan antara karya sastra dengan subjek secara
tidak langsung. Menurut Goldman pandangan dunia merupakan realitas empirik
tetapi merupakan kompleks menyeluruh gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan
pikiran-pikiran yang menyatukan anggota kelompok dalam satu kelompok sosial
tetentu dan yang mempertentangkanya dengan kelompok-kelompok sosial yang lainya
(Manuaba, 2009:22). Pandangan dunia bisa berarti adalah merupakan ekspresi
teoritis dan kesadaran kolektif dari kelompok sosial seperti yang diungkapkan
Goldman bahwa kesadaran kolektif atau kesadaran kelompok merupakan tendensi
umum bagi perasaan, aspirasi, dan pemikiran dari anggota kelompok sosial
tertentu; sebuah tendensi yang berkembang sebagai akibat dari situasi ekonomi
dan sosial tertentu, dan yang melahirkan serangkaian aktifitas yang dilakkukan
oleh komunitas yang nyata atau potensial yang dibentuk oleh kelompok sosial
tersebut (Manuaba,2009:23)
4.
Dialektik
Goldman termasuk penganut aliran faham Marxisme
yaitu kelompok yang mengakui karya sastra sebagai objek estetik.
Pemanfaatan Teori Strukturalisme Genetik Pada Karya
Sastra Masterpeace dan Karya Sastra Besar
Karya sastra yang menjadi objek kajian menggunakan
teori strukturalisme genetik merupakan karya sastra yang memiliki keunggulan
tersendiri di mata dunia yang dianggap fenomenal dari para pembacanya dan
merupakan karya besar yang disebut Masterpeace. Karya sastra Masterpeace
adalah karya sastra yang mampu melintas batas budaya dari aspek sosiologis dan
filosofis dimana karya sastra merupakan karya sastra yang agung, karya sastra
yang kuat (besar) sebagai syarat karya sastra untuk di teliti menggunakan teori
ini. Seperti yang diungkapkan Goldman bahwa karya-karya besar yang biasa
disebut karya Masterpeace lebih efektif menggunakan teori strukturalisme
Genetik. Dengan artian bahwa dalam karya Masterpeace banyak mengangkat
soal-soal kemanusiaan, sosial, budaya, dan problematik global yaitu secara
menyeluruh totalitas mengangkat permasalahan tentang hidup dan lebih umumnya
karya mewakili dari sekelompok orang karna bersifat menyuarakan suara sosial
sehingga menghasilkan karya sastra yang mempunyai kesatuaan (unity) dan keragaman (complexity) yakni didalamnya terdapat
kategori-kategori yang saling bertaliaan satu sama lain yang membentuk
strukturalisme genetik yakni kateori-kategori tersebut ialah; fakta
kemanusiaan, subjek kolektif (trans
individual subject), stukturasi, pandangan dunia pemahaman dan penjelasan.
Terus karya satra merupakan sebuah struktur tetapi struktur itu bukanlah
sesuatu yang setatis melainkan produk dari proses sejarah yang terus
berlangsung, proses ses-strukturisasi dan destruktusi yang hidup dan dihayati
oleh masyarakat atas karya yang bersangkutan. Contoh karya sastra besar adalah
novel Durga Umayi karya Y.B Mangunwijaya yang pernah diteliti oleh Putera
Manuaba terkait karyanya dapat dinilai sebagai karya yang problematik dan inovatif
baik dalam bentuk maupun isinya (Manuaba,2009:2),mendapatkan sambutan luas dari
para pembacanya, novel Durga Umayi merupakan novel yang membawa semangat
pembaharuan dan eksperimen terlebih karena pengarangnya seorang pastor,
budayawan, filsuf, arsitek, teoritikus, pendidik dan aktivis sosial (Manuaba,2009:4)
menjadi tantangan menarik bagi penelitinya dan novel Laskar Pelangi milik
Andrea Hirata yang pada dasarnya pernah meraih penghargaan Best Seller. Novel
ini banyak mengangkat soal-soal kemanusiaan, sosial, budaya, dan
problematik global dalam realita sebenarnya. sambutan dari masyarakat sangat
banyak karna termasuk novel populer dan fenomenal dibuktikan dengan adanya
kewajiban anak SD di seluruh Indonesia diwajibkan untuk menontonya. Maka dengan
berbagai hal diatas maka novel-novel tersebut sangat menarik bila dikaji denga
teori strukturalisme genetik.
F. Kelebihan dan kekurangan strukturalisme
genetk
a)
kelebihan
strukturalisme genetik dikembangkan atas dasar penolakan terhadap analisis
strukturalisme murni yang menganalisis karya sastra terhadap struktur intrinsik
saja, strukturalisme genetik melangkah lebih jauh ke struktur sosial dan karya
sastra dapat dipahami dari asalnya dan terjadinya (unsur genetik) dan latar
belakang sosial tertentu. Keunggulan dalam pendekatan ini yaitu adanya
pemahaman hubungan karya dengan lingkungan sosialnya, Pendekatan ini dianggap
sebagai satu-satunya pendekatan yang mampu merekonstruksikan pandangan dunia
pengarang..
b)
kelemahannya yaitu harus memahami betul
karakter pengarang dalam karya-karya sastranya.
Unsur intrinsik dan Ekstrinsik pada
pendekatan struktural genetik. Misal pada puisi yaitu, unsur intrinsik meliputi
: Diksi, ritme , pengimajian, tema, dan amanat. Dan unsur
ekstrinsik meliputi
; Biografi
pengarang dan hubungan karya sastra dengan kondisi sosial masyarakat pada saat
karya sastra lahir.
Contoh, Pada PUISI dibawah ini
AKU
KaryaChairilAnwar
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang
’kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan
itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan akuakan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan akuakan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret, 1943
1.
Unsur Intrinsik
1)
Diksi
Untuk
ketepatan pemilihan kata sering kali penyair menggantikan
kata yang dipergunakan berkali-kali yang dirasa belum tepat, diubah
kata-katanya.
Pada
baris kedua: bait pertama
“Ku
mau tak seorang ’kan merayu”
Merupakan
pengganti dari kata “ku tahu”
2)
Ritme
Ritme
dalam puisi yang berjudul AKU ini terdengar menguat karena ada
pengulangan bunyi (Rima) pada huruf vokal‘U’ dan‘I’ Vokal ‘U’pada larik pertama dan kedua,
pengulangan berseling vokal a-u-a-u
Larik pertama Kalau sampai waktuku.
Larik kedua‘Ku mau tak seorang-’kan merayu.
Larik KeduaTidak juga kau.
Larik pertama Kalau sampai waktuku.
Larik kedua‘Ku mau tak seorang-’kan merayu.
Larik KeduaTidak juga kau.
Pengulangan
vokal ‘I’:
Luka
dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga
hilang pedih perih
Dan
akuakan lebih tidak peduli
Aku
mau hidup seribu tahun lagi
3)
Pengimajian
‘Ku
mau tak seorang ’kan merayu (Imaji Pendengaran)
Tak
perlu sedu sedan itu (Imaji Pendengaran)
Biar
peluru menembus kulitku (Imaji Rasa)
Hingga
hilang pedih perih (Imaji Rasa)
4)
Tema
Tema
dalam puisi AKU ini adalah perjuangan seperti pada baris keempat dan kelima
Biar
peluru menembus kulitku
Aku
tetap meradang menerjan
5)
Amanat
·
Manusia harus tegar, kokoh, terus
berjuang, pantang mundur meskipun rintangan menghadang.
·
Manusia harus berani mengakui keburukan
dirinya, tidak hanya menonjolkan kelebihannya saja.
·
Manusia harus mempunyai semangat untuk
maju dalam berkarya agar pikiran dan semangatnya itu dapat hidup selama-lamanya
2.
Unsur Ekstrinsik
1)
Biografi Pengarang
·
•Chairil Anwar di Medan, 22 Juli 1922.
·
•Mulai muncul di dunia kesenian pada
zaman Jepang.
·
•Dilihat dari esai-esai dan
sajak-sajaknya terlihat bahwa ia seorang yang individualis
yang bebas dan berani dalam menentang lembaga sensor jepang.
·
•Chairil pun seorang yang mencintai
tanah air dan bangsanya, hal ini tampak pada sajak-sajaknya: Diponegoro,
Karawang-Bekasi, Persetujuan dengan Bung Karno, dll.
2)
Hubungan Karya Sastra Dengan kondisi
sosial masyarakat Pada Saat Karya Sastra Lahir
Sajak
AKU ini, banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat pada zaman itu.
Bahkan sebagai akibat dari lahirnya sajak AKU ini, Chairil Anwar ditangkap dan
dipenjara oleh Kompetai Jepang. Hal ini karena sajaknya terkesan membangkang
terhadap pemerintahan Jepang.
·
Sajak AKU ini ditulis pada tahun 1943,
di saat jaman pendudukan Jepang.
·
Kondisi masyarakat pada waktu itu sangat
miskin dan menderita.
·
Bangsa Indonesia berada di bawah
kekuasaan Jepang, tanpa mampu
berbuat banyak untuk kemerdekannya.
·
Kerja paksa marak terjadi hampir di seluruh
wilayah Indonesia.
·
Bangsa Indonesia menjadi budak di negaranya
sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori struktural bertujuan untuk
memaparkan dengan cermat makna karya sastra secara menyeluruh. Pendekatan
struktural adalah suatu pendekan yang menitik beratkan karya sastra sebagai
suatu struktur yang otonom, yang kurang lebih terlepas dari hal-hal yang berada
diluar karya sastra (Teww, 1984:36).
Pada dasarnya analisis struktural genetik merupaan sebuah analisis karya
sastra yang menganalisis dari unsur intrinsik dan exstrinsiknya. Maka secara
hal itu analisis struktural genetik manganalisis keseluruhan dari karya sastra,
baik dari dalam karya sastra itu maupun dari luar karya sastra tersebut.
Pendekatan
strukturalisme genetik Lucien Goldmann terdiri dari empat aspek, yaitu makna
totalitas karya sastra, pandangan dunia pengarang, struktur teks karya sastra,
dan struktur sosial masyarakat yang terdapat dalam karya sastra (Nugraheni:
159).
Dari segi aspek totalitas karya sastra mempunyai arti bahwa analisis
struktural genetik ini mencakup keseluruhan aspeknya. Kemudian aspek pandangan
dunia pengarang yaitu mengarah pada unsur dari luar karya sastra (ekstrinsik)
yang dimana bermaksut mengetahui pandangan-pandangan seorang penulis sehingga
mengapa ia menulis karya sastra tersebut. Dari asprk struktur teks yaitu dimana
analisis struktural genetik juga memandang atau memperhatikan struktur-struktur
kata atau kalimat yang digunakan dalam sebuah karya sastra. Aspek struktur
sosial masyarakat merupakan pandangan kondisi sosial masyarakat yang terdapat
dalam karya sastra tersebut. Kondisi sosial masyarakat sekitar dapat
mempengaruhi karya sastra yang di buat oleh seorang pengarang.
B. Saran.
Didalam perkembangannya, kualitas karya sastra sangat penting untuk
menunjang bermunculannya karya-karya sastra yang berikutnya. Maka, untuk para
sastrawan-sastrawan agar menciptakan karya-karya sastra yang baik , dari unsur
ekstrinsik maupun intrinsiknya dengan begitu dapat menjadi contoh pencipta
karya sastra generasi selanjutnya.
Sedangkan kritik sasra khususnya dalam analisis struktural genetik berguna
untuk mambangun karya-karya sastra berikutnya menjadi lebih baik. Hal itu
berarti setiap karya sastranya dapat menjadi pedoman bagi karya sastra yang
bermunculan berikutnya. Maka bagi kritikus atau peneliti karya sastra agar
meneliti karya sastra dengan penuh tanggung jawab dan kejujuran agar dapat
menjadi pembelajaran yang matang dan akurat bagi sastrawan-sastrawan yang akan
lahir berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ratna,
Nyoman Kute. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Faruk.
2012. Pengantar Sosiologi Sastra: Dari Strukturalisme Genetik sampai
Post-modernisme.
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Goldmann,
Lucien. Method in the Sociology of Literature. Terj. William
Boelhower. Oxford: Basil Blackwell, 1981.
Arif.
2007. “Strukturalisme Genetik” (online), (http://arif-irfan fauzi.blogspot.com, diakses tanggal 12
Januari 2011).
Chalima,
Nur.1994. “Novel senja di jakarta sebuah analisis strukturalisme Genetik”. Skripsi.
Surabaya : Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Airlangga
Junus, Umar. 1986. Sosiologi sastra persoalan teori dan metode. Kuala
Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka.
Suwardi
Endraswara. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model,
Teori,
dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Luxembrug V. Jan dkk. 1991. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa.
Wellek,
Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan (penerjemah
Melani Budianta).
Jakarta: PT Gramedia.
Teeuw, A.
1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta:
Pustaka
Jaya.
Pradopo
Rahmat Djoko. 2007 Beberapa teori sastra metode kritik dan penerapanya. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Manuaba,
Putera. 2009. Durga Umayi: Pergulatan Diri Manusia. Yogyakarta: Jenggala Pustaka.
No comments:
Post a Comment