IBX5AF993069F89B sastraindonesia

Pages

Wednesday, May 9, 2018

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah “Kajian Puisi” tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung didalam penyususnan makalah ini diantaranya:
1.      Ibu Saptiana Sulastri, M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah Kajian Puisi
2.      Orang tua yang telah memberi dukungan yang berupa materi dan non materi.
3.      Teman satu kelompok yang telah bekerja sama demi makalah ini
Tentunya terdapat kekeliruan di dalam pembuatan makalah ini yang tidak kami sadari. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan oleh kami dari pembaca sekalian untuk memperbaiki makalah ini dimasa yang akan datang. Akhir kata, kami ucapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Sekian dan terima kasih.






                                                                            Pontianak, 29 September 2017
                                                                            Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                   i
DAFTAR ISI                                                                                                  ii
BAB I PENDAHULUAN                                                                             1
A.    Latar Belakang                                                                                    1
B.     Rumusan Masalah                                                                               2
C.     Tujuan                                                                                                 2
BAB II KERANGKA TEORI                                                                      3
A.    Pengertian struktural genetik                                                              3
B.     Teori struktur genetik                                                                          5
C.     Sejarah Teori Strukturalisme Genetik                                                 7
D.    Pengertian dan Pembagian Teori Strukturalisme
Genetik dan Teori Struktural lainya                                                    8
E.     Kelebihan dan kekurangan strukturalisme genetik                             15
F.      Kelebihan dan kekurangan strukturalisme genetik                              21
BAB III PENUTUP                                                                                       25
A.    Kesimpulan                                                                                         25
B.     Saran                                                                                                   26
DAFTAR PUSTAKA                                                                                    27




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Penelitian strukturalisme genetik memandang karya sastra dari dua sudut yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Karya sastra tidak hanya sekedar imajinatif dan pribadi, melainkan merupakan cerminan atau rekaan budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu saat karya dilahirkan. Studi awal dari kajian unsur intrinsik sebagai data dasarnya. Selanjutnya peneliti akan menghubungkan berbagai unsur tersebut dengan realitas masyarakat. Secara definitif strukturalisme-genetik adalah analisis struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal usul karya. Secara ringkas berarti bahwa strukturalisme-genetik sekaligus memberikan perhatian terhadap analisis intrinsik dan ekstrinsik (Ratna,2008: 123).
Strukturalisme genetik merupakan gabungan antara strukturalisme dengan marxisme. Sebagaimana strukturalisme, strukturalisme genetik, memahami segala sesuatu di dunia ini, termasuk karya sastra, sebagai sebuah struktur (Faruk, 2012:158).
Strukturalisme-genetik adalah analisis yang menyatukan aspek struktur dengan unsur historis yang dialektik, sehingga karya sastra pun harus dipahami sebagai totalitas yang bermakna. Karya sastra memiliki kepaduan total yang unsur-unsur pembentuk teksnya mengandung arti (Goldman dalam Kurniawan, 2012:104).
Berdasarkan hal tersebut maka strukturalisme genetik merupakan penelitian yang memandang dari sudut intrinsik dan ektrinsik dengan memahami segala sesuatu di dunia ini, termasuk karya sastra. Sehingga karya sastra harus dipahami secara totalitas yang bermakna jadi dari keterpaduan total unsur-unsur pembangun teksnya mengandung arti.



B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penerapan dalam struktural genrtik ?
2.      Apa saja teori pendekatan struktural genetik dan teori lainnya ?
3.      Bagaimana metode penelitian struktural genetik ?
4.      Bagaimana menganalisis unsur intrinsik dan extrinsik puisi “aku” pada pendekatan struktural genetik ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Agar mengetahui apa itu struktur genetik
2.      Memahami penerapan dalam struktural genetik
3.      Mengetahui apa saja teori pendekatan struktural genetik dan teori lainnya
4.      Mengetahui dan memahami cara menganalisis sebuah puisi yang berjudul “aku” dengan pendekatan struktral genetik.


BAB II
KERANGKA TEORI
A.    Pengertian struktural genetik.
Secara defenitif strukturalsme genetik  adalah analisis khusus dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul karya. Secara ringkas berarti bahwa struturalisme genetik  sekaligus memberikan perhatian terhadap analisis intrisik dan ekstrinsik. Lucie Goldmann seorang sosiolog mengembangkan teori strukturalisme genetik, yaitu strukturalisme yang mementingkan unsur genetik sebuah karya. Bagi Goldmann sastra di samping memiliki unsur intrinsik juga mempunyai unsur ekstrinsik. Karya sastra merupakan struktur bermakna yang mewakili pandangan dunia penulis, tidak sebagai individu tetapi sebagai anggota masyarakat. Karenanya strukturalisme genetik merupakan sebuah teori kritik yang menghubungkan antara struktur sastra dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang di ekspresikannya. Jadi strukturalisme genetik bermaksud menerangkan karya sastra dari sisi homologi dari struktur sosialnya. Munculnya pendekatan ini akibat adanya ketidakpuasan terhadap pendekatan strukturalisme, yang kajiannya hanya menitikberatkan unsur-unsur intrinsik tanpa memperhatikan unsur-unsur ekstrinsik karya sastra. Sehingga karya sastra dianggap lepas dari konteks sosialnya.
 Struktural genetik mencoba untuk memperbaiki kelemahan pendekatan strukturalisme. Yaitu dengan memasukan faktor genetik dalam memahami karya sastra. Goldman  bermaksud menjembatani jurang pemisah antara pendekatan strukturalisme (intrinsik) dan pendekatan sosiologi (ekstrinsik). Pemahaman mengenai struktur karya sastra, bagi strukturalisme genetik, tidak mungkin dilakukan tanpa pertimbangan faktor-faktor sosial yang melahirkannya, sebab faktor-faktor itulah yang memberikan kepaduan pada struktur itu (Goldmann dalam Faruk 1999  (b):13).


Pendekatan strukturalisme genetik Lucien Goldmann terdiri dari empat aspek, yaitu makna totalitas karya sastra, pandangan dunia pengarang, struktur teks karya sastra, dan struktur sosial masyarakat yang terdapat dalam karya sastra (Nugraheni: 159). Secara sederhana, kerja peneliti strukturalisme genetik dapat diformulasikan dalam tiga langkah. Pertama, peneliti bermula dari kajian unsure intrinsik, baik secara parsial maupun dalam jalinan keseluruhannya. Kedua, mengkaji kehidupan sosial budaya pengarang, karena ia merupakan bagian dari komunitas tertentu. Ketiga, mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan oleh pengarang (Suwardi Endraswara, 2003:62)
Maka dari itu, Strukturalisme genetik merupakan bagian penelitian sastra dari aspek sosial yang kelak disebut sosiologi sastra. Hanya saja, srukturalisme genetik tetap mengedepankan juga aspek struktur. Baik struktur dalam maupun struktur luar tetap dianggap penting bagi pemahaman karya sastra.
a.       Tiga hal  Dalam Penelitian struktural genetik yaitu :
a)      Aspek intrinsik teks sastra
b)      Latar belakang pencipta
c)      Latar belakang soaial budaya serta sejarah masyarakatnya.
Jadi, struktural genetik juga mengedepankan aspek sejarah lahirnya karya sastra.
Pendekatan strukturalisme genetik memiliki nilai yang lebih daripada strukturalisme strukturalisme otonom. Hal ini dilandasi oleh argumen bahwa selain menelaah struktur pembangun karya dari dalam, apresiator harus memasukkan faktor-faktor dari luar. Dengan ini diharapkan akan timbul sebuah kesadaran bahwa karya sastra diciptakan oleh pengarang dengan memadukan antara kreativitas dan faktor imajinasi yang tentunya banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang ada dalam masyarakat.


Menurut Goldmann (dalam Umar Junus, 1988:16) hubungan genetik antara pandangan dunia pengarang dalam sebuah novel atau karya adalah pandangannya dengan pandangan dunia pada suatu ruang tertentu dalam masa tertentu, sehingga pendekatan ini dikenal dengan Strukturalisme-Genetik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia pengarang terdiri dari hubungan antara konteks sosial dalam novel dengan konteks sosial kehidupan nyata dan hubungan latar sosial budaya pengarang dengan karya sastra.
b.      Penerapan terhadap pendekatan strukturalisme genetik,
Penerapan terhadap pendekatan strukturalisme genetik ini dapat dilakukan dengan dimulai dari kajian unsur-unsur intrinsik sastra, baik secara parsial maupun kajian keseluruhan. Kemudian mengkaji latar belakang kehidupan sosial kelompok pengarang karena ia merupakan bagian dari komunitas masyarakat tertentu. Di samping itu tidak luput juga untuk mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang turut mengondisikan karya sastra saat ia diciptakan oleh pengarang. Dan akhir dari kegiatan ini, adalah berhasil untuk mengungkap pandangan dunia pengarang tersebut.

B.     Teori struktur genetik
Karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Pengarang sebagai subjek individual mencoba menghasilkan pandangan dunianya (world vision) kepada subjek kolektifnya (Arif, 2007). Signifikasi yang dielaborasikan subjek individual terhadap realitas sosial di sekitarnya menunjukkan bahwa sastra berakar pada kultur dan masyarakat tertentu. Strukturalisme adalah cara berfikir tentang dunia yang dikaitkan dengan persepsi dan deskripsi struktur (Hawks dalam Pradopo, 2007). Pada hakikatnya dunia ini lebih tersusun dari hubungan-hubungan daripada benda-bendanya. Dalam kesatuan hubungan tersebut, setiap unsur atau analisirnya tidak memiliki maknanya sendiri-sendiri, kecuali hubungan dengan analisir lain sesuai dengan posisinya di dalam struktur. Pada hakikatnya sastra selalu berkaitan dengan masyarakat dan sejarah yang melingkupi penciptaan karya tersebut.
Teori strukturalisme dalam ilmu sastra lahir dan berkembang melalui tradisi formalisme. Artinya hasil-hasil yang dicapai melalui tradisi-tradisi formalisme sebagian besar dilanjutkan dalam strukturalisme. Disuatu pihak para pelopor formalisme sebagian besar ikut andil dalam mendirikan strukturalisme, dilain pihak atas dasar pengalaman formalismelah mereka mendirikan strukturalisme dengan pengertian bahwa berbagai kelemahan yang terdapat dalam formalisme di perbaiki kembali oleh strukturalisme oleh karena itulah Mukarosvky seorang tokoh formalis Rusia berpendapat bahwa strukturalisme yang mulai diperkenalkan pada tahun 1934 tidak menggunakan nama metode ataupun teori (Chalima, 1994) sebab teori merupakan bidang ilmu pengetahuan tertentu sedangkan metode merupakan prosedur imiah yang relaif baku. Pada masa tersebut strukturalisme terpaku dan terbatas sebagai sudut pandang epestimologi saja, sebagi system tertentu dengan mekanisme antar hubungan. Oleh sebab itu Robert Schools (1977) menjelaskan keberadaan strukturalisme menjadi tiga tahap, yaitu: sebagai pergeseran paradigma berfikir, sebagai metode dan terakhir sebagai teori. Mekanisme seperti ini merupakan cara yang biasa dalam perkembangan ilmu pengetahuaan. Jadi bisa dikatakan bahwa strukturalisme mulai dengan lahirannya ketidakpuasan dan berbagai kritik terhadap formalisme. Paham strukturalis, menganut paham penulis Paris yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure (Arif, 2007). Paham ini mencakup bentuk dan makna atau isi sebagai analisisnya. Atau seperti yang dikemukakan Luxemburg (1989) tentang signifiant-signifie dan paradigma-syntagma. Unsur inilah yang selalu berhubungan dengan makna secara keseluruhan. Maka kedua unsur itu penting dalam penafsiran sastra. Teori struktur juga merupakan paham filsafat yang memandang dunia sebagai realita yang berstruktur, dan membentuk jaringan relasi dan keharusan. Jaringan ini bersifat otonom sehingga membentuk sistem baku dalam penelitian sastra.

C.    Sejarah Teori Strukturalisme Genetik
Orang yang dianggap sebagai peletak dasar madhab genetik adalah Hippolyte Taine (1766-1817) seorang kritikus dan sejarawan Francis. Ia mencoba menelaah sastra dari presfektif sosiologis dan mencoba mengembangkan wawasan sepenuhnya ilmiah dalam pendekatan sastra seperti halnya ilmu scientific dan exacta. Menurutnya bahwa satra tidak hanya karya yang bersifat imajinatif dan pribadi melainkan suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya itu lahir. Ini merupakan konsep ginetik pertama tetapi metode yang digunakan berbeda, setiap tokoh mempunyai metodenya masing-masing. Tetapi kesamaan konsep setruktur hanya pada konteks hubungan phenomena konsep. Lucien Goldman (1975) seorang Marksis adalah orang yang kemudian mengembangkan fenomena hubungan tersebut dengan teorinya yang dikenal dengan strukturalisme genetic. Pada prinsifnya teori ini melengkapi sutrukturalisme murni yang yang hanya menganalisis karya sastra dari aspek intristiknya saja dan memakai peranan bahasa sastra sebagai bahasa yang khas.
Strukturalisme genetik memasukan faktor genetik dalam karya sastra, genetik sastra artinya asal usul karya sastra. Adapun faktor yang terkait dalam asal muasal karya sastra adalah pengarang dan kenyataan sejarah yang turut mengkondisikan saat karya sastra itu diciptakan. Ditambah lagi ia memasuki struktur sosial dalam kajiaannya yang membuat teori ini dominan pada priode tertentu terutama di Barat dan Indonesia.
Pada pertengahan tahun 1970an, Indonesia mulai dikenal teori-teori sastra yang bersifat khusus strukturalisme dan sosiologi sastra. Orientasi sastra keduanya sangat berbeda. Teori strukturalisme merupakan salah satu teori sastra yang terbaru di Indonesia.
Teori struktural berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. (Wellek & Warren, 1989: 39). Memaparkan bahwa Tidak mungkin kita menyusun: teori sastra tanpa kritik sastra dan teori sastra; kritik sastra tanpa teori sastra dan sejarah sastra. Oleh sebab itu diperlukan kajian sastra untuk memahami isi atau teks sastra tersebut. Salah satu objek kajiannya menggunakan teori struktural.
Objek kajian sastra struktural adalah sistem sastra, yaitu konvensi yang abstrak dan umum yang mengatur hubungan karya sastra secara utuh dan otonom. Menurut (Teww, 1984: 31) strukturalisme sering dipahami sebagai bentuk. karya sastra adalah bentuk. Oleh sebab itu strukturalisme sering dianggap sekedar formalisme modern. Memang, ada kesamaan antara teori struktural dan formalis yakni sama-sama menganalisis arti dari teks itu sendiri. Dengan kata lain dalam analisisnya tersebut menelaah sastra dalam segi intrinsik yang membangun suatu karya sastra. Yang melatarbelakanginya adalah pentingnya kehadiran suatu karya sastra. Sejak zaman Yunani Aristoteles telah mengenalkan strukturalisme
D.    Pengertian dan Pembagian Teori Strukturalisme Genetik dan Teori Struktural lainya
Teori struktural bertujuan untuk memaparkan dengan cermat makna karya sastra secara menyeluruh. Pendekatan struktural adalah suatu pendekan yang menitik beratkan karya sastra sebagai suatu struktur yang otonom, yang kurang lebih terlepas dari hal-hal yang berada diluar karya sastra (Teww, 1984:36).
Pemahaman tentang hal diluar karya sastra, berangkat dari karya itu sendiri. Teori struktural ini dibutuhkan untuk mengetahui unsur-unsur berdasarkan paradigma pembangun struktur kebahasaannya  dan mengetahui pola strukturnya. Tujuan yang lain dari konsep teori struktural adalah untuk menjaga kritik Sastra agar tetap bekerja. Dalam teori struktural berkembang dan dibagi menjadi teori strukturalisme formalis,  strukturalisme dinamik, strukturalisme semiotik dan termasuk di dalamnya adalah teori strukturalisme genetik.
Teori strukturalisme formalis merupakan Istilah Formalisme (dari kata Latin forma yang berarti bentuk, wujud) berarti cara pendekatan dalam ilmu dan kritik sastra yang mengesampingkan data biografis, psikologis, ideologis, sosiologis dan mengarahkan perhatian pada bentuk karya sastra itu sendiri. Para Formalis meletakkan perhatiannya pada ciri khas yang membedakan sastra dari ungkapan bahasa lainnya. Istilah Strukturalisme acap kali digunakan pula untuk menyebut model pendekatan ini karena mereka memandang karya sastra sebagai suatu keseluruhan struktur yang utuh dan otonom berdasarkan paradigma struktur kebahasaannya. Kaum Formalis Rusia tahun 1915-1930 dengan tokoh-tokohnya seperti Roman Jakobson, Rene Wellek, Sjklovsky, Eichenhaum, dan Tynjanov. Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkan perhatian kita kepada unsur-unsur kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum Formalis. Pada prinsipnya teori strukturalisme formalis bahwa karya sastra merupakan sesuatu yang otonom atau berdiri sendiri dan merupakan struktur dari unsur-unsur pembangun karya sastra dan makna sebuah karya sastra hanya dapat diungkapkan atas jalinan atau keterpaduan antar unsur
Teori strukturalisme dinamik merupakan jembatan penghubung antara teori struktural formalis dan teori semiotik dengan prinsipnya yaitu mengaitkan dengan asal-usul teks tetapi penekananya berbeda, struktural dinamik menekankan pada struktur, tanda dan realitas. Tokoh-tokoh pelopor pada struktur dinamik adalah Julia Cristeva dan Roland Bartes (Strukturalisme Prancis).
Teori strukturalisme semiotik adalah  pada prinsipnya teori ini mempelajari berbagai objek, peristiwa, atau seluruh kebudayaan sebagai tanda, Tokohnya pelopornya adalah Ferdinand de Saussure (Prancis),Jurij Lotman (Rusia) dan Charles Sanders Pierce (USA).
Teori Strukturalisme Genetik adalah analisis struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul karya (Chalima, 1994). Strukturalisme genetik ditemukan oleh Lucien Goldmann, seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Perancis. Teori tersebut dikemukakan dalam bukunya yang berjudul The Hidden God: a Study of Tragic Vision in the Pensees of Paskal and the Tragedies of Racine (Chalima, 1994). Strukturalisme genetik adalah sebuah pendekatan di dalam penelitian sastra yang lahir sebagai reaksi pendekatan strukturalisme murni yang anti historis dan kausal. Pendekatan strukturalisme juga dinamakan sebagai pendekatan objektif (Juhl dalam Arif, 2007).
Struktural genetik merupakan salah satu pendekatan yang mencoba menjawab kelemahan dari pendekatan strukturalisme otonom. Kelemahan tersebut hanya terletak pada penekanannya yang berlebihan terhadap otonomi karya sastra sehingga mengabaikan dua hal pokok yang tidak kurang pentingnya, yaitu kerangka sejarah sastra dan kerangka sosial budaya yang mengitari karya itu (Faruk dalam Chalima 1994).  Pendekatan strukturalisme genetik juga mempercayai bahwa karya sastra itu merupakan sebuah struktur yang terdiri dari perangkan kategori yang saling berkaitan satu sama lainnya sehingga membentuk yang namanya struktularisme genetik kategori tersebut ialah fakta kemanusiaan yang berarti struktur yang bermakna dari segala aktifitas atau prilaku manusia baik yang verbal maupun maupun fisik yang berusaha di pahami oleh pengetahuaan sebagaimana yang telah diungkapkan bahwa dalam teori strukturalisme genetik Goldmann membangun seperangkat kategori yang saling bertalian satu sama lain, kategori-kategori itu adalah fakta kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi, pandangan dunia, pemahaman dan penjelasan.
Dalam teori ini di terangkan bahwa teori tidak mengganggap karya sastra hanya sebagai sebuah struktur (structure), tetapi juga struktur yang bermakna (significant structure) sebagaimana yang tertulis dalam tulisan Goldman “the concept of the Significant Structure in the History of Culture” maksudnya bahwa karya sastra bukan hanya berciriksn adanya koherensi internal (Internal Koherence) tetapi setiap elemenya juga memiliki hubungan dengan makna struktur global, dunia, atau lingkungan sosial dan alamnya (manuaba, 2009:21)
Istilah genetik mengandung pengertian bahwa karya satra itu mempunyai asal-usulnya (Genetik) di dalam proses sejarah atau masyarakat. Strukturalisme genetik  mengakui adanya homologi antara struktur karya sastra dengan kesadaran kolektif dan struktur dalam karya sastra merupakan ekspresi integral dan koheren dari semesta.
Strukturalisme genetik dalam pendekatanya ialah mempercayai bahwa karya sastra itu merupakan sebuah struktur yang terdiri dari perangkan kategori yang saling berkaitan satu sama lainnya sehingga membentuk yang namanya struktularisme geneti kategori tersebut ialah fakta kemanusiaan yang berarti struktur yang bermakna dari segala aktifitas atau prilaku manusia baik yang verbal maupun maupun fisik yang berusaha di pahami oleh pengetahuaan. Semua aktivitas itu merupakan respon dari subjek kolektif (subjek transindividual) dalam dunia sastra transindividual subjek yang artinya terjadi kesamaan rasa dan pikiran antara pengarang (penulis) karya sastra dengan para pembaca dalam memahami karya sastra atau fakta manusia tadi, terus pandangan dunia terhadap subjek kolektif (Transindividual Subject) fakta kemanusiaan dan terakhir adalah struktur karya sastra menurut Goldman karya sastra merupakan produk strukturasi dari transindividual subject yang mempunyai struktur yang koheren dan terpadu terus karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner dan dalam mengekspresikan pandangan dunia tersebut pengarang menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek dan relasi relasi secara imajiner dalam pendapat tersebut golman mempunyai konsep struktur yang bersifat tematik.
Teori strukturalisme genetik menjelaskan struktur dan asal muasal struktur tersebut dengan memperhatikan relevansi konsep homologi yaitu kelas sosial yang mempertahankan relevansi struktur dan ia menggunakan metode dialektika yang menekankan dan merpertimbangkan koherensi struktural dalam teori ini menekankan subjek transindividual yang berarti sebagai subjek dalam menciptakan karya sastra yakni penulis harus bisa menyampaikan perasaan dan pikiranya kepada pembaca dalam karya sastra misalnya supaya pembaca bisa memahami dan mengerti apa yang disampaikan penulis dan terjadi sama rasa dan pikiran dalam memahami karya sastra dan pandangan dunia pengarang terhadap subjek kolektif (transindividual subject) dan fakta manusia.
Untuk menopang teorinya tersebut Goldmann membangun seperangkat kategori yang saling bertalian satu sama lain sehingga membentuk apa yang disebut sebagai strukturalisme genetik di atas. Kategori-kategori itu adalah fakta kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi, pandangan dunia, pemahaman dan penjelasan (Faruk dalam Chalima, 1994).
1.      Fakta Kemanusiaan
Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktifitas atau perilaku manusia baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta ini dapat berwujud aktifitas sosial tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni patung, dan seni sastra (Faruk dalam Chalima, 1994). Fakta-fakta kemanusiaan pada hakikatnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fakta individual dan fakta sosial. Fakta yang kedua mempunyai peranan penting dalam sejarah, sedangkan fakta yang pertama tidak memiliki hal itu (Faruk dalam Chalima, 1994). Goldmann (Faruk dalam Chalima, 1994) menganggap bahwa semua fakta kemanusiaan merupakan suatu struktur yang berarti. Yang dimaksudkannya adalah bahwa fakta-fakta itu sekaligus mempunyai struktur tertentu dan arti tertentu. Oleh karena itu, pemahaman mengenai fakta-fakta kemanusiaan harus mempertimbangkan struktur dan artinya. Goldman (Faruk dalam Chalima, 1994) juga mengatakan bahwa fakta-fakta kemanusiaan mempunyai arti karena merupakan respon-respon dari subjek kolektif atau individual, pembangunan suatu percobaan untuk memodifikasi situasi yang ada agar cocok bagi aspirasi-aspirasi subjek itu. Dengan kata lain, fakta-fakta itu merupakan hasil usaha manusia mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam hubungannya dengan dunia sekitar .
2.      Subjek kolektif
Subjek kolektif adalah subjek yang berparadigma dengan subjek fakta sosial (historis). Subjek ini juga disebut subjek trans individual. Goldmann mengatakan (Faruk dalam Chalima,1994) revolusi sosial, politik, ekonomi, dan karya-karya kultural yang besar, merupakan fakta sosial (historis). Individu dengan dorongan libidonya tidak akan mampu menciptakannya. Yang dapat menciptakannya hanya subjek transindividual. Subjek transindividual adalah subjek yang mengatasi individu, yang didalamnya individu hanyalah merupakan bagian. Subjek trans individual adalah kumpulan individu-individu yang tidak berdiri sendiri-sendiri, merupakan satu kesatuan, satu kolektivitas.
3.      Struktur Karya Sastra
Struktur karya sastra, dalam hal ini roman, tetap menjadi sesuatu yang penting. Struktur roman merupakan hal pokok yang harus diketahui dan dianalisis lebih dulu sebelum menganalisis pandangan dunia pengarang. Struktur roman adalah hal-hal pokok dalam roman yang meliputi unsur-unsur intrinsiknya. Di dalam eseinya yang berjudul The Epistemology of Sociology, Goldmann mengemukakan dua pendapat mengenai karya sastra pada umumnya yaitu pertama bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner. dan kedua bahwa dalam usahanya dalam mengekspresikan pandangan dunia itu pengarang menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek, dan relasirelasi secara imajiner . Dengan mengemukakan dua hal tersebut Goldmann dapat membedakan karya sastra dari filsafat dan sosiologi. Menurutnya filsafat mengekspresikan pandangan dunia secara konseptual, sedangkan sosiologi mengacu pada empirisitas (Chalima dalam Faruk, 1994).
Dalam eseinya yang berjudul The Sociology of Literature: Status and Problem Method Goldmann mengatakan bahwa dalam hampir seluruh karyanya penelitian dipusatkan pada elemen kesatuan, pada usaha menyingkapkan struktur yang koheren dan terpadu yang mengatur keseluruhan semesta karya sastra (Faruk dalam Chalima,1994).



4.      Pandangan Dunia
Goldmann (dalam Suwardi Endraswara, 2003:57) berpendapat, karya sastra sebagai struktur bermakna itu akan mewakili pandangan dunia (vision du monde) penulis, tidak sebagai individu melainkan sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa strukturalisme genetik merupakan penelitian sastra yang menghubungkan antara struktur sastra dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang diekspresikannya. Oleh karena itu, karya sastra tidak akan dapat dipahami secara utuh jika totalitas kehidupan masyarakat yang telah melahirkan teks sastra diabaikan begitu saja. Pengabaian unsur masyarakat berarti penelitian sastra menjadi pincang.
Pandangan dunia adalah kerucutisasi ide-ide, gagasan-gagasan dari suatu kelompok sosial tertentu dan dipertentangkan dengan ide-ide, gagasan-gagasan kelompok sosial lainnya.
Pandangan dunia menurut Goldmann adalah istilah yang cocok bagi kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggotaanggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannyadengan kelompok-kelompok sosial lain. Sebagai suatu kesadaran kolektif, pandangan dunia itu berkembang sebagai hasil dari situasi sosial dan ekonomik tertentu yang dihadapi subjek kolektif yang memilikinya.
(Suwardi Endraswara,2003:60) menyatakan bahwa hipotesis Goldmann yang mendasari penemuan world view adalah tiga hal yaitu yang pertama semua perilaku manusia mengarah pada hubungan rasionalitas , maksudnya selalu berupa respon terhadap lingkungannya. Kedua bahwa kelompok sosial mempunyai tendensi untuk menciptakan pola tertentu yang berbeda dari pola yang sudah ada dan yang ketiga perilaku manusia adalah usaha yang dilakukan secara tetap menuju transendensi, yaitu aktivitas, transformasi, dan kualitas kegiatan dan semua aksi sosial dan sejarah. Pada bagian lain, Goldmann (dalam Suwardi Endraswara, 2003:58) mengemukakan bahwa pandangan dunia merupakan perspektif yang koheren dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan alam semesta. Hal ini menunjukkan bahwa pandangan dunia adalah sebuah kesadaran hakiki masyarakat dalam menghadapi kehidupan. Namun dalam karya sastra hal ini amat berbeda dengan keadaan nyata. Kesadaran tentang pandangan dunia ini adalah kesadaran mungkin atau kesadaran yang telah ditafsirkan bisa dikatakan bahwa karya sastra sebenarnya merupakan ekspresi pandangan dunia yang imajiner.

E.     Metode Penelitian dengan Teori Strukturalisme Genetik
Teori strukturalisme genetik difokuskan pada kajian intrinsik karya sastra, baik secara parsial maupun secara keseluruhan. Kedua, mengkaji latar belakang kehidupan sosial kelompok pengarang, karena ia adalah suatu bagian dari komunitas tertentu. Ketiga, mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang ikut mengondisikan terciptanya karya sastra. Dari ketiga cara tersebut akan diperoleh abstraksi pandangan dunia pengarang yang diperjuangkan oleh tokoh problematik.Suwardi Endraswara mengatakan bahwa penelitian strukturalisme genetik memandang karya sastra dari dua sudut, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Studi diawali dari kajian unsur intrinsik (kesatuan dan koherensinya) sebagai data dasarnya. Selanjutnya, penelitian akan menghubungkan berbagai unsur dengan relitas masyarakatnya. Karya dipandang sebagai refleksi zaman, yang dapat mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya.
Peristiwa-peristiwa penting dari zamannya akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra (Suwardi Endraswara, 2003:56). Goldmann memberikan rumusan penelitian strukturalisme genetik, dalam tiga hal (dalam Suwardi Endraswara, 2003:57), yaitu:
1.      Penelitian terhadap karya sastra seharusnya dilihat sebagai satu kesatuan;
2.      Karya sastra yang diteliti mestinya karya sastra yang bernilai sastra yaitu karya yang mengandung tegangan (tension) antara keragaman dan kesatuan dalam suatu keseluruhan (a coherent whole);
3.      Jika kesatuan telah ditemukan, kemudian dianalisis dalam hubungannya dengan latar belakang sosial. Sifat hubungan tersebut:
1.      yang berhubungan dengan latar belakang sosial adalah unsur kesatuan,
2.      latar belakang yang dimaksud adalah pandangan dunia suatu kelompok sosial yang dilahirkan pengarang sehingga hal tersebut dapat dikongkretkan.
Secara sederhana, kerja peneliti strukturalisme genetik dapat dapat diformulasikan dalam tiga langkah.
  1.  Peneliti bermula dari kajian unsure intrinsik, baik secara parsial maupun dalam jalinan keseluruhannya.
  2. Mengkaji kehidupan sosial budaya pengarang, karena ia merupakan bagian dari komunitas tertentu.
  3. Mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan oleh pengarang (Suwardi Endraswara, 2003:62). Ada satu langkah yang terlewatkan oleh Suwardi Endraswara dalam penelitian strukturalisme genetik ini, yaitu mengkaji pandangan dunia pengarang, seperti pendapat Iswanto (Racmat Djoko Pradopo, 2007). Pandangan dunia ini merupakan perantara antara struktur dalam karya sastra dengan genetika karya sastra tersebut.
Tahap penelitian dalam mengkaji karya sastra menggunakan teori strukturalisme genetik menurut Goldman ada 3 yaitu;
1.      Tesis merupakan informasi apa yang di perlukan berupa data
2.      Antitesis merupakan pemberian opini terhadap realitas, anti tesis ini melebur dengan tesis dan memeberikan suatu opini pada relitas/sintesis.
3.      Sintesis berupa realitas dan kembali lagi menjadi tesis kembali.
Dan prosedur (metode) teori strukturalisme genetik menurut Goldman terhadap penelitian karya sastra masterpeace (karya sastra besar) adalah sebagai berikut:
Penelitiaan karya sastra dilihat dari satu kesatuaan karya sastra yang dianalisis hanyalah karya yang mempunyai nilai sastra yang mempunyai tegangan (tention) antara keragaman dan kesatuaan dalam sesuatu keseluruhan yang padat (coherent whole) jika kesatuaan telah ditemukan, kemudiaan dianalisis hubungannya dengan latar belakang sosial. Sifat hubungan tersebut, yang berhubungan dengan latar belakang social adalah unsur kesatuaan, latar belakang yang dimaksud pandangan dunia suatu kelompok sosial yang dilahirkan oleh pengarang.
 Secara pendeskripsianya adalah seperti berikut:
  1. Menentukan teks yang dipakai sebagai objek kajian dengan membandingkan teks secara filosofis dari awal hingga akhir.
  2. Menentukan fokus objek kajian yaitu makna totalitas teks dengan merumuskan pandangan dunia kemudian menganalisis struktur teks dan menghubungkanya dengan struktur sosial teks.
  3. Melakkukan kajian pustaka (library research) yang mendukung penulisan dan pembahasan mengenai teks seperti buku-buku sosial budaya baik tentang keadaan masyarakat pada masa tersebut, atau karya-karya lain dari pengarangnya untuk mengetahui informasi adanya keterkaitan hubungan antar teks.
  4. Menganalisis objek kajian dengan teori strukturalisme genetik dan metode dialektis.
Aplikasi kajian teori strukturalisme Genetik:
1.      Struktur teks
2.      Struktur social
3.      Pandangan dunia
Cara analisis model dialektis (manuaba, 2009:30-31) :
  1. Mengungkapkan dan diformulasikan pandangan dunia teks yang dibangun berdasarkan pemahaman menyeluruh tentang struktur teks dan struktur sosial masyarakat pada masa pembuatan teks sastra.
  2. Menganalisis struktur teks sesuai dengan konsep struktur Goldman, teks dipandan sebagai ekspresi pandangan dunia teks sastra.
  3. Menghubungkan dengan struktur sosial masyarakat yang konkret, yang melatarbelakangi lahirnya teks sastra, kemudian hasil pemahaman dipergunakan dalam memahami  struktur teks sastra secara urut terus menerus hingga ditemukan makna totalitas teks.
Prinsip dalam teori Genetik :
1.      Struktur bermakna
Untuk memahami struktur internal teks tetap harus dikaitkan dengan struktur yang lebih luas secara menglobal dari lingkungan sosialnya dimana sastra dilahirkan.
2.      Subjek Kolektif
Dalam penciptaan sebuah karya sastra menurut prinsip teori Genetik pengarang teks dipandang dari segi individu pengarang sebagai wakil menyuarakan suara sosial dari kelompok yang melahirkan karya sastra dengan kata lain bahwa pengarangnya sendiri bukanlah pengarang yang dipandang secara individu/ sendiri yang menciptakan karya tersebut tetapi karya sastra ditulis oleh subjek kolektiv yaitu lahirnya karya sastra diciptakan dari peran, keadaan dan lingkungan sekitar termasuk lingkungan keluarga yaitu anggota keluarganya sebagai subjek kolektiv pengarang, lingkungan sekolah yaitu teman sekolah, lingkungan masyarakat yaitu tetangga,masyarakat desanya yang menjadi kelompok/subjek kolektif ikut andil dalam lahirnya karya sastra,  lingkungan Organisasi, dan lain-lain. Menurut Goldman tidak semua kelompok layak dianggap sebagai subjek kolektif. Yang layak hanyalah kelompok yang pandangan dunianya tertuang dalam karya-karyanya atau yang sistem-sistem gagasan atau aktifitasnya cenderung ke arah penciptaan pandangan yang lengkap mengenai mengenai kehidupan manusia. Kelompok tersebut adalah memegang peranan yang menentukan dalam sejarah menimbulkan perubahan historis dan memiliki pengaruh yang dominan atas kresi kultural yang utama (Manuaba,2009: 22).
3.      Pandangan Dunia
Gagasan, perasaan, pikiran-pikiran yang diekspresikan pengarang sebagai anggota kelompok atau subjek kolektif sosial dengan kelompok yang lain. Goldman berpendapat bahwa cenderung yang berpikiran sosial adalah pengarang dan seorang filsuf. Dimana pandangan dunia tersebut merupakan sebagai mediasi hubungan antara karya sastra dengan subjek secara tidak langsung. Menurut Goldman pandangan dunia merupakan realitas empirik tetapi merupakan kompleks menyeluruh gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan pikiran-pikiran yang menyatukan anggota kelompok dalam satu kelompok sosial tetentu dan yang mempertentangkanya dengan kelompok-kelompok sosial yang lainya (Manuaba, 2009:22). Pandangan dunia bisa berarti adalah merupakan ekspresi teoritis dan kesadaran kolektif dari kelompok sosial seperti yang diungkapkan Goldman bahwa kesadaran kolektif atau kesadaran kelompok merupakan tendensi umum bagi perasaan, aspirasi, dan pemikiran dari anggota kelompok sosial tertentu; sebuah tendensi yang berkembang sebagai akibat dari situasi ekonomi dan sosial tertentu, dan yang melahirkan serangkaian aktifitas yang dilakkukan oleh komunitas yang nyata atau potensial yang dibentuk oleh kelompok sosial tersebut (Manuaba,2009:23)
4.      Dialektik
Goldman termasuk penganut aliran faham Marxisme yaitu kelompok yang mengakui karya sastra sebagai objek estetik.
Pemanfaatan Teori Strukturalisme Genetik Pada Karya Sastra Masterpeace dan Karya Sastra Besar
Karya sastra yang menjadi objek kajian menggunakan teori strukturalisme genetik merupakan karya sastra yang memiliki keunggulan tersendiri di mata dunia yang dianggap fenomenal dari para pembacanya dan merupakan karya besar  yang disebut Masterpeace. Karya sastra Masterpeace adalah karya sastra yang mampu melintas batas budaya dari aspek sosiologis dan filosofis dimana karya sastra merupakan karya sastra yang agung, karya sastra yang kuat (besar) sebagai syarat karya sastra untuk di teliti menggunakan teori ini. Seperti yang diungkapkan Goldman bahwa karya-karya besar yang biasa disebut karya Masterpeace lebih efektif menggunakan teori strukturalisme Genetik. Dengan artian bahwa dalam karya Masterpeace banyak mengangkat soal-soal kemanusiaan, sosial, budaya, dan problematik global yaitu secara menyeluruh totalitas mengangkat permasalahan tentang hidup dan lebih umumnya karya mewakili dari sekelompok orang karna bersifat menyuarakan suara sosial sehingga menghasilkan karya sastra yang mempunyai kesatuaan (unity) dan keragaman (complexity) yakni didalamnya terdapat kategori-kategori yang saling bertaliaan satu sama lain yang membentuk strukturalisme genetik yakni kateori-kategori tersebut ialah; fakta kemanusiaan, subjek kolektif (trans individual subject), stukturasi, pandangan dunia pemahaman dan penjelasan. Terus karya satra merupakan sebuah struktur tetapi struktur itu bukanlah sesuatu yang setatis melainkan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses ses-strukturisasi dan destruktusi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat atas karya yang bersangkutan. Contoh karya sastra besar adalah novel Durga Umayi karya Y.B Mangunwijaya yang pernah diteliti oleh Putera Manuaba terkait karyanya dapat dinilai sebagai karya yang problematik dan inovatif baik dalam bentuk maupun isinya (Manuaba,2009:2),mendapatkan sambutan luas dari para pembacanya, novel Durga Umayi merupakan novel yang membawa semangat pembaharuan dan eksperimen terlebih karena pengarangnya seorang pastor, budayawan, filsuf, arsitek, teoritikus, pendidik dan aktivis sosial (Manuaba,2009:4) menjadi tantangan menarik bagi penelitinya dan novel Laskar Pelangi milik Andrea Hirata yang pada dasarnya pernah meraih penghargaan Best Seller. Novel ini  banyak mengangkat soal-soal kemanusiaan, sosial, budaya, dan problematik global dalam realita sebenarnya. sambutan dari masyarakat sangat banyak karna termasuk novel populer dan fenomenal dibuktikan dengan adanya kewajiban anak SD di seluruh Indonesia diwajibkan untuk menontonya. Maka dengan berbagai hal diatas maka novel-novel tersebut sangat menarik bila dikaji denga teori strukturalisme genetik.

F.     Kelebihan dan kekurangan strukturalisme genetk
a)      kelebihan strukturalisme genetik dikembangkan atas dasar penolakan terhadap analisis strukturalisme murni yang menganalisis karya sastra terhadap struktur intrinsik saja, strukturalisme genetik melangkah lebih jauh ke struktur sosial dan karya sastra dapat dipahami dari asalnya dan terjadinya (unsur genetik) dan latar belakang sosial tertentu. Keunggulan dalam pendekatan ini yaitu adanya pemahaman hubungan karya dengan lingkungan sosialnya, Pendekatan ini dianggap sebagai satu-satunya pendekatan yang mampu merekonstruksikan pandangan dunia pengarang..
b)      kelemahannya yaitu harus memahami betul karakter pengarang dalam karya-karya sastranya.
Unsur intrinsik dan Ekstrinsik pada pendekatan struktural genetik. Misal pada puisi yaitu, unsur intrinsik meliputi :  Diksi,  ritme , pengimajian, tema, dan amanat. Dan unsur ekstrinsik meliputi
; Biografi pengarang dan hubungan karya sastra dengan kondisi sosial masyarakat pada saat karya sastra lahir.
Contoh, Pada PUISI dibawah ini



AKU
KaryaChairilAnwar
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ’kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan akuakan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lag
i
Maret, 1943

1.      Unsur Intrinsik
1)      Diksi
Untuk ketepatan pemilihan kata sering kali penyair menggantikan kata yang   dipergunakan berkali-kali yang dirasa belum tepat, diubah kata-katanya.
Pada baris kedua: bait pertama
“Ku mau tak seorang ’kan merayu”
Merupakan pengganti dari kata “ku tahu”
2)      Ritme
Ritme dalam puisi yang berjudul AKU ini terdengar menguat karena ada  pengulangan bunyi (Rima) pada huruf vokal‘U’ dan‘I’ Vokal ‘U’pada larik pertama dan kedua, pengulangan berseling vokal a-u-a-u
             Larik pertama
Kalau sampai waktuku.
             Larik kedua‘Ku mau tak seorang-’kan merayu.
             Larik
KeduaTidak juga kau.
Pengulangan vokal ‘I’:
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan akuakan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
3)      Pengimajian
‘Ku mau tak seorang ’kan merayu (Imaji Pendengaran)
Tak perlu sedu sedan itu (Imaji Pendengaran)
Biar peluru menembus kulitku (Imaji Rasa)
Hingga hilang pedih perih (Imaji Rasa)
4)      Tema
Tema dalam puisi AKU ini adalah perjuangan seperti pada baris keempat dan kelima
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjan
5)      Amanat
·         Manusia harus tegar, kokoh, terus berjuang, pantang mundur meskipun rintangan  menghadang.
·         Manusia harus berani mengakui keburukan dirinya, tidak hanya menonjolkan kelebihannya saja.
·         Manusia harus mempunyai semangat untuk maju dalam berkarya agar pikiran dan semangatnya itu dapat hidup selama-lamanya
2.      Unsur Ekstrinsik
1)      Biografi Pengarang
·         •Chairil Anwar di Medan, 22 Juli 1922.
·         •Mulai muncul di dunia kesenian pada zaman Jepang.
·         •Dilihat dari esai-esai dan sajak-sajaknya terlihat bahwa ia seorang yang individualis  yang bebas dan berani dalam menentang lembaga sensor jepang.
·         •Chairil pun seorang yang mencintai tanah air dan bangsanya, hal ini tampak pada sajak-sajaknya: Diponegoro, Karawang-Bekasi, Persetujuan dengan Bung Karno, dll.
2)      Hubungan Karya Sastra Dengan kondisi sosial masyarakat Pada Saat Karya Sastra Lahir
Sajak AKU ini, banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat pada zaman itu. Bahkan sebagai akibat dari lahirnya sajak AKU ini, Chairil Anwar ditangkap dan dipenjara oleh Kompetai Jepang. Hal ini karena sajaknya terkesan membangkang terhadap pemerintahan Jepang.
·         Sajak AKU ini ditulis pada tahun 1943, di saat jaman pendudukan Jepang.
·         Kondisi masyarakat pada waktu itu sangat miskin dan menderita.
·         Bangsa Indonesia berada di bawah kekuasaan Jepang, tanpa mampu berbuat banyak untuk kemerdekannya.
·         Kerja paksa marak terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.
·         Bangsa Indonesia menjadi budak di negaranya sendiri.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Teori struktural bertujuan untuk memaparkan dengan cermat makna karya sastra secara menyeluruh. Pendekatan struktural adalah suatu pendekan yang menitik beratkan karya sastra sebagai suatu struktur yang otonom, yang kurang lebih terlepas dari hal-hal yang berada diluar karya sastra (Teww, 1984:36).
Pada dasarnya analisis struktural genetik merupaan sebuah analisis karya sastra yang menganalisis dari unsur intrinsik dan exstrinsiknya. Maka secara hal itu analisis struktural genetik manganalisis keseluruhan dari karya sastra, baik dari dalam karya sastra itu maupun dari luar karya sastra tersebut.
Pendekatan strukturalisme genetik Lucien Goldmann terdiri dari empat aspek, yaitu makna totalitas karya sastra, pandangan dunia pengarang, struktur teks karya sastra, dan struktur sosial masyarakat yang terdapat dalam karya sastra (Nugraheni: 159).
Dari segi aspek totalitas karya sastra mempunyai arti bahwa analisis struktural genetik ini mencakup keseluruhan aspeknya. Kemudian aspek pandangan dunia pengarang yaitu mengarah pada unsur dari luar karya sastra (ekstrinsik) yang dimana bermaksut mengetahui pandangan-pandangan seorang penulis sehingga mengapa ia menulis karya sastra tersebut. Dari asprk struktur teks yaitu dimana analisis struktural genetik juga memandang atau memperhatikan struktur-struktur kata atau kalimat yang digunakan dalam sebuah karya sastra. Aspek struktur sosial masyarakat merupakan pandangan kondisi sosial masyarakat yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Kondisi sosial masyarakat sekitar dapat mempengaruhi karya sastra yang di buat oleh seorang pengarang.



B.     Saran.
Didalam perkembangannya, kualitas karya sastra sangat penting untuk menunjang bermunculannya karya-karya sastra yang berikutnya. Maka, untuk para sastrawan-sastrawan agar menciptakan karya-karya sastra yang baik , dari unsur ekstrinsik maupun intrinsiknya dengan begitu dapat menjadi contoh pencipta karya sastra generasi selanjutnya.
Sedangkan kritik sasra khususnya dalam analisis struktural genetik berguna untuk mambangun karya-karya sastra berikutnya menjadi lebih baik. Hal itu berarti setiap karya sastranya dapat menjadi pedoman bagi karya sastra yang bermunculan berikutnya. Maka bagi kritikus atau peneliti karya sastra agar meneliti karya sastra dengan penuh tanggung jawab dan kejujuran agar dapat menjadi pembelajaran yang matang dan akurat bagi sastrawan-sastrawan yang akan lahir berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ratna, Nyoman Kute. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra: Dari Strukturalisme Genetik sampai
Post-modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Goldmann, Lucien. Method in the Sociology of Literature. Terj. William Boelhower. Oxford: Basil Blackwell, 1981.
Arif. 2007. “Strukturalisme Genetik” (online), (http://arif-irfan fauzi.blogspot.com, diakses tanggal 12 Januari 2011).
Chalima, Nur.1994. “Novel senja di jakarta sebuah analisis strukturalisme Genetik”. Skripsi. Surabaya : Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Airlangga
Junus, Umar. 1986. Sosiologi sastra persoalan teori dan metode. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka.
Suwardi Endraswara. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model,
Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Luxembrug V. Jan dkk. 1991. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan (penerjemah
Melani Budianta). Jakarta: PT Gramedia.


Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta:
Pustaka Jaya.
Pradopo Rahmat Djoko. 2007 Beberapa teori sastra metode kritik dan penerapanya. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Manuaba, Putera. 2009. Durga Umayi: Pergulatan Diri Manusia. Yogyakarta: Jenggala Pustaka.

No comments:

Post a Comment